JAKARTA – Kebijakan pemerintah yang memperbolehkan industri minuman keras (miras) dijual secara terbuka di Indonesia sangat disayangkan oleh Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarif Hasan.
Izin yang tertuang dalam edaran yang tandatangani Presiden Joko Widodo, Nomor 10 Tahun 2001 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini mulai berlaku per-tanggal 2 Februari 2021.
Di dalam Pepres tersebut, industri minuman keras ditetapkan sebagai Daftar Positif Investasi (DPI) yang dapat dilakukan secara terbuka di Indonesia.
Sebelumnya, industri miras masuk dalam kategori bidang usaha tertutup. Karena industri ini berpotensi menimbulkan banyak persoalan baru di masyarakat, baik sosial, budaya, hingga kesehatan.
“Dengan kehadiran kebijakan ini, kita seperti bangsa yang telah kehilangan arah dan pegangan dalam mengelola negara yang penuh dengan nilai-nilai luhur Pancasila,” ungkap Syarief seperti dilansir dalam laman Fajar.co.id, Minggu (28/2/2021).
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mengkhawatirkan, dibukanya industri miras hingga ke tingkatan pedagang kaki lima berpotensi merusak karakter dan nilai luhur bangsa Indonesia.
Apalagi, dalam aturan baru tersebut, salah satu dari empat klasifikasi miras yang masuk dalam daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu adalah perdagangan eceran kaki lima miras atau alkohol dan ini berbahaya dampaknya ke masyarakat.
“Pemerintah yang hari ini gencar menggemborkan revolusi mental, namun malah mengambil kebijakan yang kontradiksi dengan gerakan ini,” ungkap Syarief kecewa.
Ia pun mendesak Pemerintah untuk meninjau kembali Perpres No. 10 Tahun 2021 tersebut, khususnya di bagian industri miras agar kembali dijadikan sebagai usaha tertutup seperti sebelum-sebelumnya.
“Pemerintah harus mempertimbangkan nilai luhur dan karakter bangsa dan pengamalan Pancasila di atas pertimbangan-pertimbangan ekonomi yang semu,” tegas Syarief Hasan.