JAKARTA – Rancangan Undang-undang (RUU) larangan minuman beralkohol (minol) yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 mendapat respon protes keras dari para pelaku di sektor minuman beralkohol hingga minuman keras (miras).
Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno menilai keputusan itu tidak tepat sebab saat ini aturan yang ada terhadap peredaran minol pun sudah sangat ketat.
“Misal dari pabrik bawa 10 krat minuman beralkohol mau dibawa ke distributor P. Kendaraan harus disertakan dokumen CK, izin dari Bea Cukai, dan di pabrik-pabrik itu ada pihak Bea Cukai yang mengawasi. Satu botol keluar harus dicatat, kalau nggak saat diaudit, ketahuan kena denda ratusan juta. Jadi dari hulu keluar sudah diawasi. Di pabrik besar Bea Cukai berkantor di situ mengawasi keluar masuk barang,” kata Ipung dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (26/3/21).
Lanjut Ipung, dengan pengawasan minol seperti itu, akan sulit untuk pelaku di lapangan bermain-main soal peredaran minol, meskipun memang ada potensi, tapi diungkapkannya sektor ini memiliki kontribusi terhadap pendapatan pemerintah.
Pembahasan RUU tentang larangan minol ini dinilainya belum bersifat urgent, karena banyak pekerja yang menggantungkan hidup diusaha tersebut. Lebih jauh, dari sisi keadilan maka ada sifat diskriminatif pada sektor ini.
“Isu masalah ini konsumsi alkohol di Indonesia paling rendah di Asia juga 0,1 mililiter per orang. Apalagi dibanding Malaysia, yang negara jiran dengan menerapkan syariah, aturan minol jelas dan bagus. Kita yang katanya berdasar Pancasila dan Kebhinekaan malah usulkan RUU yang sifatnya diskriminatif,” bilang Ipung.