Seleksi Calon Anggota BPK, PP Hikmahbudhi: Jangan Memilih Kucing Dalam Karung

Presidium Pusat Hikmahbudhi, Wiryawan / Foto: Dok. Personal

Terkait rencana Komisi XI DPR RI akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) terhadap calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada September 2021, Presidium Pusat (PP) Hikmahbudhi, Wiryawan mengingatkan Komisi XI DPR RI untuk cermat dan teliti.

Diketahui salah satu anggota BPK RI akan berakhir masa jabatannya atau pensiun itu adalah Bahrullah Akbar yang mana dalam portal BPK tercatat sebagai Anggota V BPK RI. Doktor di Universitas Pajajaran itu kini berusia 62 tahun, kelahiran 23 Maret 1959 itu penciun pada 27 Oktober 2021 mendatang.

“Di saat masyarakat dilanda pandemi saat ini, bisa dibilang informasi mengenai seleksi calon anggota BPK terbilang sangat minim. Padahal, BPK memegang peranan yang sangat penting dalam mengaudit keuangan negara, keuangan semua instansi pemerintah,” tegas Ketum PP Hikmahbudhi Wiryawan dalam keterangannya, Jumat (23/7/2021).

Disebutkan Wiryawan, BPK merupakan lembaga khusus yang menangani pengelolaan keuangan negara. Sepatutnya, setiap informasi apapun mengenai uji kepatutan dan kelayakan calon anggota BPK disampaikan ke publik. Dengan begitu publik bisa bersama-sama mencermati dan memberikan masukan setiap nama yang menjadi calon anggota BPK.

Bacaan Lainnya

“Ini kan sangat penting, untuk menghindari adanya kecurigaan publik terhadap kinerja DPR. Dalam waktu yang sangat singkat, awal September mendatang, calon-calon yang ada harus benar-benar ditracking rekam jejaknya, jangan sampai kejadian memilih kucing dalam karung,” kata dia.

PP Hikmahbudi sebagaimana disampaikan Wiryawan mencermati, merujuk keputusan rapat internal Komisi XI DPR pada akhir Juni lalu, Komisi XI menyampaikan ada 16 calon anggota BPK yang lolos dan akan mengikuti tes fit and proper test.

Ke-16 calon anggota BPK RI itu adalah Dadang Suwarna, Dori Santosa, Encang Hermawan, Kristiawanto, Shohibul Imam, Nyoman Adhi Suryadnyana, R. Hari Pramudiono, dan Muhammad Komarudin. Selanjutnya Nelson Humiras Halomoan, Widiarto, Muhammad Syarkawi Rauf, Teuku Surya Darma, Harry Zacharias Soeratin, Blucer Welington Rajagukguk, Laode Nusriadi, dan Mulyadi.

“Publik tahu bahwa DPR lembaga politik, proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK tidak lepas dari lobi-lobi politik. Disitu pertaruhannya, apakah bisa menjadi jaminan jika BPK ke depan bisa independen dalam melakukan audit keuangan,” ucap Wiryawan.

Selain itu, Sekjen Presidium Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia Ravindra pun menambahkan bahwa BPK RI harus dijaga marwahnya sebagai Lembaga Tinggi Negara yang terhormat. Apalagi ditengah iklim otak-atik aturan yang sedang marak terjadi belakangan ini, kita harus terus mengawasi kinerja wakil rakyat ini agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menyeleksi Calon Anggota BPK-RI.

“Kami tentu khawatir ketika melihat 16 nama Calon Anggota BPK-RI tersebut. Bagaimana tidak, hampir setengah dari 16 nama tersebut adalah Politisi Partai Politik dan sangat minim track Record dalam bidang keuangan, bagaimana kemudian BPK-RI dapat menjaga independensi, integritas dan Profesionalismenya jika dipimpin oleh amatir?,” kata Ravindra.

“Dalam rapat internal Komisi XI DPR pada 24 Juni 2021 kemarin kan mereka telah mensahkan sebanyak 16 nama Calon Anggota BPK RI yang akan mengikuti pelaksanaan fit and proper test. Namun dari 16 nama calon tersebut, ada 2 nama yang justru seharusnya tidak lolos secara administratif namun tetap diloloskan. Ini kan tentu cacat formil dan sangat mencurigakan,” sambungnya.

Persyaratan formil calon anggota BPK yang dimaksud telah digariskan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 13 huruf j. Untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, calon harus memenuhi 11 syarat. Tentu, apabila calon yang mendaftar tidak memenuhi salah satu syarat saja seharusnya Komisi XI dapat menganulir atau menggugurkan pencalonannya.

“Oleh karena itu, sebagaimana ketentuan Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 seharusnya Komisi XI tidak mengikutsertakan kedua nama tersebut dalam proses fit and proper test. Sebab, kedua calon telah gugur demi hukum karena tidak memenuhi salah satu syarat dari 11 syarat yang ditetapkan undang-undang. Apabila tetap memaksakan, maka Komisi XI terindikasi melanggar UU,” demikian Ravindra.

Pos terkait