DPR Tegas Menolak Aturan Sekolah Penerima BOS Harus Minimal Punya 60 Murid

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih / Foto: Dok. Istimewa

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih  menolak beleid Permendikbudristek Nomor 6 tahun 2021 yang mensyaratkan sekolah penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) minimal harus memiliki 60 murid.   

“Aturan ini mendiskriminasi hak dasar anak-anak Indonesia untuk bersekolah dan melanggar konstitusi kita,” tegas Fikri di Jakarta, Senin (6/9/2021).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menyatakan, aturan yang membatasi sekolah penerima BOS harus memiliki siswa minimal 60 orang tersebut menyalahi konstitusi negara secara umum.

“Preambule (pembukaan) UU Dasar menegaskan tujuan negara salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” imbuhnya.

Bacaan Lainnya

Fikri menambahkan, tujuan alokasi dana BOS sudah sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat (2), bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

“Kewajiban ini secara leterlijk atau harfiah, sehingga BOS menjadi hak setiap anak sekolah di Indonesia untuk menikmatinya tanpa kecuali,” jelasnya.

Adanya persyaratan jumlah murid bagi sekolah penerima dana BOS tertera dalam PermendikbudRistek nomor 6/2021 Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler. Ketentuan tersebut berbunyi, “memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir”.

Fikri menyatakan, pada dasarnya BOS digunakan untuk kemanfaatan belajar bagi seluruh peserta didik yang bersekolah di jenjang Pendidikan dasar dan menengah, sesuai dengan amanat program wajib belajar.

“Jadi bukan semata untuk sekolahnya, tapi untuk murid yang bersekolah di situ, karena basis perhitungan besaran BOS berdasarkan jumlah murid,” urai dia.

Diskriminasi atas sekolah dengan jumlah murid di bawah 60 orang juga berpotensi menimbulkan kesenjangan yang tajam bagi daerah-daerah pada kondisi tertentu.

“Misalnya di daerah dengan geografi dan biografi yang tidak menguntungkan,” kata dia.

Walaupun di pasal 3 ayat (3) Permendikbudristek No. 6/2021 tersebut mengecualikan sekolah dengan kondisi tertentu, antara lain sekolah di daerah khusus yang ditetapkan oleh kementerian, dan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah yang berada pada wilayah dengan kondisi kepadatan penduduk yang rendah dan secara geografis tidak dapat digabungkan dengan sekolah lain.

Namun, menurut Fikri penetapan sekolah dengan kondisi khusus/ tertentu itu hanya akan memperpanjang jalur birokrasi bagi sekolah-sekolah yang berhak untuk menerima dana BOS regular.

“Padahal prinsip dasar Konstitusi kita adalah bagaimana pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang merata dan berkeadilan, termasuk dalam alokasi dana BOS,” tutupnya.

Pos terkait