JAKARTA — Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa menyambut baik rumor perombakan kabinet Indonesia Maju Jilid ke III pemerintahan Joko Widodo – Maruf Amin.
Menurutnya, presiden perlu mengevaluasi kinerja dan kebijakan para menterinya dimasa pandemi, terkhusus Menteri ESDM RI, Arifin Tasrif. Sebab, kebijakan yang dikeluarkan Menteri ESDM terkesan ngerjain dan merugikan negara.
“Jika benar adanya reshuffle dalam waktu dekat, kami sarankan presiden evaluasi kinerja Menteri ESDM RI, Arifin Tasrif. Kami nilai ada beberapa kebijakannya yang terkesan ngawur dan merugikan negara ini, seperti pembukaan keran ekspor mineral kadar rendah serta penghapusan sanksi pemenuhan DMO pasokan batubara dalam negeri,” ujar Ikram Pelesa, Rabu (8/9/2021).
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu Menteri ESDM RI mengeluarkan keputusan membuka kembali keran ekspor mineral mentah melalui Surat Edaran Dirjen Minerba Ridwan Djamaludin No: 1.E/MB.04/DJB/2021, Tentang Pemberian Rekomendasi Penjualan ke Luar Negeri Mineral Logam Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019, lalu mencabut kebijakan pemberian izin eksport mineral mentah konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat timbal, konsentrat seng, dan konsentrat seng, dan bauksit.
“Mestinya pak menteri dalam mengeluarkan kebijakan harus memperhatikan azas kemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Dengan membuka keran eksport mineral mentah, ini sama halnya memperpendek umur cadangan mineral kita,” kata Ikram.
Lebih lanjut, pria asal Sultra ini menjelaskan, bahwa 64 persen cadangan mineral dunia ada di Indonesia. Berdasarkan data hingga Juli 2020, tercatat sebesar 5,7 miliar ton cadangan bijih nikel dan cadangan logam nikel sebesar 68 juta ton. Data tersebut merupakan saduran di 328 lokasi pertambangan yang tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara sebagai daerah dengan sumber daya dan cadangan nikel terbesar di dunia.
“Cadangan nikel ini mesti dilihat sebagai peluang besar bagi negara kita, kedepan industri otomotif akan mengkonversi bahan bakar fosil ke EBT, kan bahan bakunya nikel dan cadangan terbesarnya ada di negara kita. Padahal Pak Luhut sedang gencar-gencarnya menarik investasi masuk menanamkan modalnya. Anehnya, Pak Arifin Tasrif malah membuka keran ekspor mineral kadar rendah, ini malah membuat ketidakpastian investasi, juga memperpendek umur cadangan mineral kita, ” jelasnya.
Ia juga menyoroti perlakuan istimewah Menteri ESDM RI, Arifin Tasrif terhadap para pengusaha tambang batubara, dengan mencabut Kepmen ESDM Nomor 261 K/30/MEM/2019 yang mengatur sanksi terhadap produksi batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara, untuk kepentingan dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% ketika para pemegang izin (IUP/K) dan PKP2B tidak memenuhi persentase minimal penjualan batubara, akan dikenakan kewajiban pembayaran kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan batubara dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Pak Arifin Tasrif terlalu gegabah mengeluarkan Kepmen ESDM Nomor 255.K/30/MEM/2020, dalam rangka mencabut pemberian sanksi terhadap produsen batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri. Sementara secara volume, realisasi DMO pada tahun 2020 hanya menyentuh angka 132 juta ton, Lebih rendah dari rencana yang ditetapkan sebesar 155 juta ton. Bayangkan saja, selain harga jual batubara yang melonjak naik, para produsen ini juga telah dibebaskan dari sanksi produksi batubara yang tak memenuhi DMO, dengan sikap seperti ini, negara kita seolah lemah dihadapan para pengusaha tambang itu. Ketika perusahaan lebih memilih ekspor karena harga jual tinggi, yang mau penuhi DMO siapa, mau ambil uang dari mana? Sekali lagi ini adalah bisnis. Jika ada keuntungan besar tanpa sanksi, maka dapat dipastikan itu dibangun tidak gratis,” ungkap Ikram.
Dia juga menilai kondisi tersebut bisa berdampak pada minimnya ketertarikan perusahaan batu bara untuk memenuhi kebutuhan negeri (PLN dan industry lainnya), karena dengan ekspor batubara nilainya lebih menjanjikan.
“Demi menjamin pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri, kami merekomendasikan pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Pertama, pemerintah harus berani membatasi kuota eksport perusahaan batubara, demi menjamin pasokan dalam negeri. Kedua, pemerintah harus menjamin penerapan HBA menyesuaikan siklus harga jual luar negeri, Memaksimalkan pengawasan atas penerapan HBA untuk menghindari monopoli dan kekhawatiran para pengusaha batubara soal harga jual dalam negeri. Terakhir, pemerintah Harus segera membentuk Satgas pemberantasan tambang ilegal demi menjaga cadangan energi, mineral dan batubara Indonesia, ” tegasnya
Atas dua kebijakan Menteri ESDM RI yang mencederai arah kebijakan pemerintah, pihaknya meminta Presiden Joko Widodo demi menjaga cadangan mineral dan kemanfaatan batubara dalam negeri, untuk tidak lagi memberikan kesempatan kedua Arifin Tasrif menjabat debagai Menteri ESDM
“Kami rasa alasan reshuffle-nya cukup melihat dua kebijakan yang Ia keluarkan, demi menjaga cadangan mineral dan kemanfaatan batubara dalam negeri, kami minta pak presiden tidak lagi memberikan kesempatan kedua Arifin Tasrif menjabat sebagai Menteri ESDM,” tutupnya.