Kasus suap pajak yang menjerat dua mantan pejabat pajak saat ini tengah didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan tim penyidik masih mengumpulkan keterangan dan barang bukti terhadap tiga korporasi yang di duga melakukan penyuapan.
Tiga perusahaan dimaksud yakni PT Bank Pan Indonesia (Bank Panin), PT Jhonlin Baratama dan PT Gunung Madu Plantations.
“Untuk pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi masih perlu keras untuk mencari dan mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti. Penyidik harus mendalami perbuatan korporasi tersebut,” ujar Firli kepada wartawan dikutip dari laman fin.co.id, Jumat (1/10/2021).
Firli menjelaskan, ada tiga mekanisme yang dapat menjerat Bank Panin, PT Jhonlin Baratama dan PT Gunung Madu Plantations sebagai tersangka korporasi.
Pertama, kata Firli yakni apakah korporasi mendapat keuntungan atau manfaat dari tindak pidana korupsi yang dilakukan.
Kedua, PT Bank Panin, PT Jhonlin Baratama dan PT Gunung Madu Plantations bisa dijerat jika terbukti tidak melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.
“Ketiga yakni koorporasi melakukan pembiaran atau tidak mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk. Jadi hal ini perlu didalami oleh penyidik,” kata Firli.
Sebelumnya, nama pemegang saham PT Bank Pan Indonesia atau Bank Panin (BNPN) Mu’min Ali Gunawan kembali mencuat dalam kesaksian anggota tim pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak, Febrian, di persidangan lanjutan kasus suap pajak dengan terdakwa Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
Mu’min Ali disebut sebagai orang yang mengutus anak buahnya, Veronika Lindawati, untuk mengurus pengurangan nilai pajak Bank Panin.
Nama Mu’min Ali juga disematkan Jaksa KPK dalam surat dakwaan terhadap Angin dan Dadan. Namun melalui kuasa hukumnya, Panin Bank membantah semua tuduhan Jaksa KPK.
Sementara itu, Febrian juga mengungkapkan, General Manager PT Gunung Madu Plantations Lim Poh Ching bersama dua konsultan pajak dari Foresight, bertemu dengan pemeriksa pajak di kantor Direktorat P2 Ditjen Pajak untuk melobi pengurangan nilai pajak perusahaan tersebut.
Dalam kesaksiannya, Febrian turut mengungkap bahwa PT Jhonlin Baratama menginginkan kewajiban pajaknya hanya Rp10 miliar dari seharusnya Rp63 miliar. Guna merealisasikan permintaan tersebut, PT Jhonlin Baratama, kata Febrian, menyiapkan uang Rp40 miliar sebagai imbalan pengurangan pajak tersebut.