Pengamat politik, Hendri Satrio mengkritik gaya marah-marah Menteri Sosial, Tri Rismaharini. Menurutnya, gaya marah-marah Risma tidak menarik dukungan dari publik.
Menurut Peneliti KedaiKOPI ini, model komunikasi politik Risma adalah politik drama yang hanya menarik pada awal kemunculannya.
“Model gaya politik drama ini akan menarik, tapi lama kelamaan yang lihat bingung dan mempertanyakan efektivitas,” kata Hendri pada Sabtu (2/10/2021) seperti dilansir dari detik.com.
Menurutnya, Risma dengan gaya politik seperti ini akan kesulitan untuk menang jika ikut dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta atau pemilihan presiden.
“Level kepemimpinan dan kedewasaan jadi sedang ditakar ada di mana. Marah-marah nggak wajar, meledak-ledak. Kalau Bu Risma nyaman dengan gaya gitu, nggak apa-apa,” katanya.
“Kalau gaya begitu, sulit menjadi Gubernur Jakarta, apalagi presiden. Ini yang meski dipertimbangkan oleh tim komunikasi dan tim branding-nya Bu Risma,” katanya.
Sementara, Peneliti dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam mengatakan, gaya komunikasi Risma tidak cocok untuk kepemimpinan tingkat nasional. Menurutnya, ada cara lebih baik dibandingkan marah-marah.
“Gaya komunikasi Mensos Risma yang eratik, tidak mudah ditebak, meledak-ledak, suka marah-marah, tidak cocok untuk dibawa dalam kepemimpinan politik nasional,” ujar Umam seperti dilansir dari detik.com.
“Sebagai pemimpin, ekspresi marah memang terkadang diperlukan untuk menegaskan sikap, posisi, dan arahan kebijakan. Namun jika sikap itu dilakukan hanya untuk menunjukkan ‘ego’ dan ‘keakuan’ seorang pemimpin, yang seharusnya dengan statemen tegas saja sudah cukup tanpa harus menunjuk-nunjuk dan mempermalukan orang lain, maka sejatinya itu sikap itu tidak pantas dilakukan,” katanya.
Umam mengatakan, komunikasi marah-marah Risma bisa menimbulkan konflik. Hal ini jelas terjadi dalam peristiwa Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
“Dalam ruang politik masyarakat yang plural Indonesia, gaya komunikasi Mensos Risma justru berpotensi kontraproduktif, membelah masyarakat, dan menciptakan kegaduhan yang tidak sepatutnya terjadi,” katanya.
“Terlebih jika hal itu sampai memunculkan ketersinggungan masyarakat, seperti yang disampaikan Gubernur Gorontalo belakangan ini,” sambungnya.
Umam meminta agar Risma mengelola emosinya. Hal ini disebut baik untuk kerja-kerjanya ke depan.
“Upaya mengelola emosi itu bukan hanya untuk kebaikan dirinya sendiri, tetapi juga untuk efektivitas dan optimalisasi kinerja pemerintahan yang ia jalankan,” katanya.
Aksi Risma marah-marah terekam video yang akhirnya beredar luas di media sosial. Tampak awalnya seorang pria berdiri di sisi depan sebelah kanan Risma sedang berbicara sambil sesekali memegang handphone. Risma pun sesekali merespons pernyataan pria tersebut.
“Jadi bukan kita cor, ya,” kata Risma sambil memegang mik, seperti dalam video.
Namun, mendadak perhatian Risma tertuju pada pria berkemeja merah yang ada di sisi depan sebelah kirinya. Risma lantas berjalan menghampiri pria tersebut sambil marah dan menunjuk menggunakan benda seperti pulpen.
“Tak tembak kamu ya, kamu tak tembak, ya,” ucap Risma kepada pria yang mengenakan kemeja merah.
Tidak jelas alasan Risma tiba-tiba bersikap demikian. Akan tetapi, ketika Risma berjalan, pria berkemeja merah yang awalnya duduk itu berdiri.
“Tak tembak kamu,” tegas Risma sambil kali ini mendorong pria tersebut menggunakan benda seperti pulpen.