Polemik seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus berlanjut paska Paripurna DPR RI yang menetapkan Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai anggota BPK terpilih.
Diketahui sebelumnya bahwa Nyoman Adhi Suryadnyana adalah calon anggota BPK TMS (Tidak Memenuhi Syarat) formil berdasar ketentuan Pasal 13 Huruf J UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Pakar ilmu hukum dan pemerintahan dari Open Parliament Institute, Poetra Adi Soerjo mengatakan pasal tersebut sebelumnya sudah diuji di MK dan berdasarkan putusan MK Nomor 62/PUU-XII/2013 tanggal 18 September tahun 2014, MK menyatakan pasal tersebut konsitusional. Mahkamah Agung juga sudah dua kali mengeluarkan pendapat hukum atas permintaan DPR melalui Fatwa Nomor 118/KMA/IX/2009 dan fatwa Nomor 183/KMA/HK.06/08/2021 yang isinya Pasal 13 Huruf J UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang BPK adalah syarat mutlak untuk menghindari conflict of intrest.
Tiga produk lembaga hukum tersebut diabaikan oleh DPR RI dan justru menetapkan calon anggota BPK TMS sebagai Anggota BPK terpilih.
Pria yang akrab disapa Suryo menyebutkan jika hal tersebut akan menjebak Presiden.
“Presiden terikat sumpah untuk menjalankan hukum dan konstitusi tanpa penyelewengan sedikitpun. Presiden dalam hal ini tidak hanya akan menjadi tukang cuci piring atas pelanggaran UU tapi juga justru akan menjadi subjek utama yang melakukan pelanggaran UU jika mengeluarkan SK pengesahan terjada Nyoman Adhi. Presiden harus hati-hati dalam hal tersebut,” ujar Suryo dalam keterangannya yang diterima Parlemen.id, Kamis (7/10/2021).
Lanjutnya, BPK adalah lembaga yang kedudukannya diatur oleh konstitusi Pasal 23 UUD 1945. BPK memiliki kewenangan yang sangat besar yang dalam pelaksaan kewenangannya tersebut tidak boleh ada cacat formil. Masuknya Anggota BPK TMS akan berakibat pada illegalnya seluruh produk BPK sebagai kelembagaan.
“BPK memiliki wewenang dan otoritas yang besar, produk BPK tidak boleh dichalange oleh adanya anasir ilegal yang bekerja membuat putusan di dalamnya. Produk BPK akan batal demi hukum jika ada salah satu anggotanya TMS,” kata Suryo.
Lebih lanjut Suryo menyarankan agar Presiden mengembalikan nama yang telah dikirim oleh DPR karena akan menjadi jebakan keras dalam kapasitas Presiden yang tidak boleh salah melegalisasi pelanggaran hukum.
“Presiden harus mengembalikan nama anggota BPK TMS ke DPR dan untuk memenuhi ketentuan UU yang mewajibkan nama anggota BPK terpilih sudah ada sebelum tanggal 20 Oktober 2021, maka DPR bisa mengirimkan nama dengan perolehan urut suara berikutnya yang memenuhi syarat formil untuk disahkan oleh Presiden,” demikian Suryo.