KOLAKA – Aktivitas penambangan di Desa Oko-oko, Kecamatan Pomala, Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara terus disoroti publik. Pasalnya, sejumlah perusahaan tambang yang melakukan eksplorasi di kawasan tersebut disinyalir banyak melakukan pelanggaran. Mulai dari dugaan penambangan ilegal hingga penyerobotan lahan milik masyarakat.
Seperti yang dilakukan PT Tambang Rejeki Kolaka (PT TRK), diduga kuat telah melakukan penyerobotan lahan milik warga. Anehnya, hal itu justru lepas dari penindakan pihak aparat kepolisian. Sehingga aktivitas perusahaan milik pengusaha berinisial J itu terkesan mendapatkan restu dari oknum aparat.
Warga selaku pemilik lahan justru nampak tak berdaya, sehingga hanya bisa melihat PT TRK menikmati manfaat dari hak milik mereka.
Kepada Parlemen.id, Muliati Mencabora selaku salah satu pemilik lahan yang diserobot membeberkan kronologi penyerobotan lahan miliknya.
Dengan mata berkaca-kaca, Ia mulai bercerita, bahwa lahan milik pribadinya yang diserobot seluas delapan hektare, kemudian ditambah lagi lahan milik saudara-saudaranya yang kini telah dikuasakan kepada dirinya seluas 12 hektare. Sehingga total luasan lahan yang saat ini tengah diperjuangkannya sebanyak 20 hektare.
Muliati menyebutkan, lahan tersebut telah mengantongi dokumen kepemilikan atau alas hak berupa sertifikat yang diterbitkan pada 1981 lalu, atas nama orang tuanya (Mencabora, red).
Anehnya, meski telah bersertifikat, namun pihak perusahaan masih berani dan nampak leluasa mengeruk ore nikel tanpa adanya konfirmasi ke pemilik lahan.
Lebih lanjut, Muliati menjelaskan, PT TRK mulai masuk melakukan aktivitas penambangan di Oko-oko sejak 2008 silam. Dalam perjalannya, perusahaan yang diketahui milik pengusaha berinisial J itu mulai masuk melakukan eksplorasi di lahan milik keluarganya. Parahnya, selama belasan tahun beraktivitas, pemilik lahan tak pernah menerima biaya ganti rugi.
“Bahkan, kami sebagai pemilik lahan yang ingin masuk melihat tanah milik kami selalu ditahan pihak perusahaan,” jelas Muliati, saat ditemui di kediamannya, Minggu (14/11/2021).
Tak hanya dieksplorasi, sebagaian lahan miliknya juga digunakan sebagai akses jalan haulling. Namun, hingga saat ini, pihak perusahaan juga tidak pernah memberikan kompensasi atas penggunaan kawasan itu untuk aktivitas pengangkutan ore nikel menuju terminal khusus atau jetty milik PT Gasing Sulawesi.
“Perampasan hak kami ini sudah komplit kasihan. Mereka (PT TRK) sudah mengambil ore tanpa adanya ganti rugi lahan, ditambah lagi mereka gunakan lahan kami untuk jalan haulling tanpa adanya kompensasi. Jadi, mereka yang mengambil hasilnya, sedangkan kami ini hanya jadi penonton kasihan,” ungkapnya.
Diakuinya, perjuangan atas hak mereka yang dirampas oleh pihak perusahaan sudah dilakukan sejak 10 tahun silam. Kala itu, orang tuanya yang berupaya menempuh upaya hukum. Sayangnya, selama lima tahun berjuang, sang ayah meninggal dunia, dan kini dirinya dan saudara-saudaranya yang melanjutkan perjuangan tersebut.
“Kami tak akan pernah berhenti sampai hak kami dikembalikan,” tegasnya.
Selain itu, kata Muliati, pihaknya juga menuntut agar penambang nakal yang telah merampas dan mengambil manfaat di atas lahan miliknya itu harus diberi sanksi tegas berdasarkan aturan yang berlaku di negeri ini.
Hingga berita ini dipublish, Parlemen.id belum berhasil mendapatkan akses ke pihak PT TRK untuk mengkonfirmasi perihal dugaan penyerobotan lahan tersebut.