Jurnalis Didakwa Akibat Beritakan Dugaan Korupsi, ICJR: Iklim Demokrasi di Indonesia Menurun

Ilustrasi kriminalisasi jurnalis / net

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai kebebasan demokrasi di Indonesia kerap berujung pidana. Tidak terkecuali dalam dunia pers.

Salah satunya jurnalis asal Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Asrul oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palopo divonis tiga bulan penjara karena telah memberitakan dugaan korupsi, yang dianggap mencemarkan nama baik anak Wali Kota Palopo, pada Mei 2019 lalu.

“Proses hukum ini adalah sinyal kuat dari menurunnya iklim demokrasi di Indonesia. Penggunaan pidana pada karya jurnalistik juga mencoreng wajah pemerintahan saat ini, yang semakin terlihat tidak mampu memastikan hadirnya rasa aman bagi kebebasan pers,” tulis keterangan resmi ICJR di unggahan Instagramnya dikutip Fajar.co.id hari ini, Jumat (26/11/2021).

Menurut ICJR dalam keterangannya itu, sengketa pers bukan merupakan tindak pidana. Sehingga penyelesaiannya dilakukan melalui Dewan Pers.

Bacaan Lainnya

Hal ini sudah tercantum dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/VII/2017 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1608K/Pid/2005.

Dalam peraturan itu menyatakan bahwa tindakan penghukuman dalam bentuk pemidanaan, tidak mengandung upaya penguatan pers bebas dan malah membahayakan pers bebas.

Oleh karena itu, tata cara non pidana seperti yang diatur dalam UU Pers harus didahulukan daripada ketentuan hukum lain.

Dalam SKB Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 UU ITE, menyatakan, pemberitaan yang merupakan karya jurnalistik diproses menggunakan UU Pers.

Namun, dalam kasus Muhammad Asrul, lanjut keterangan ICJR, walaupun telah ada pernyataan dari Dewan Pers bahwa berita tersebut merupakan karya jurnalistik, kasus tetap dilanjutkan ke pengadilan.

ICJR pun mendesak Kapolri dan Jaksa Agung agar segera mengevaluasi petugas yang terlibat dalam kasus ini, untuk menunjukkan keseriusan dalam reformasi kelembagaan dan kehormatan HAM. Utamanya kebebasan pers.

Mahkamah Agung (MA) harus mengevaluasi hakim yang tidak memutus berdasarkan perkembangan hukum, yang telah memberikan banyak penekanan pada larangan pemidanaan karya jurnalistik yang dilindungi UU Pers.

Pos terkait