Penerapan Hukuman Mati Bagi Koruptor Dianggap Tak Efektif

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam / Antara

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan, wacana hukuman mati bagi para koruptor selalu menjadi salah satu isu penting dalam politik hak asasi manusia yang bersinggungan dengan berbagai isu yang ada.

”Kalau ditanya kepada kami, Komnas HAM atau berbagai aktivis hak asasi manusia, (hukuman mati) pasti ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia,” kata Anam dalam keterangannya, Minggu (28/11/2021).

Anam mempertanyakan efektivitas penerapan hukuman mati dalam menghentikan korupsi. Dia meragukan, penerapan hukuman mati bisa memberikan efek jera atau membersihkan praktik korupsi di Indonesia.

”Apakah iya hukuman mati bisa menghentikan tindak pidana korupsi? Buktinya tidak terjawab,” ujar Anam.

Bacaan Lainnya

Dia lantas mencontohkan seperti Tiongkok, sebagai salah satu negara yang menerapkan hukuman mati. Tiongkok selama tiga tahun terakhir ini juga masih ada korupsi.

”Jadi ada apa soal korupsi dan hukuman mati? Sebenarnya tidak ada apa-apa kecuali memang untuk kepentingan politik praktis semata-mata. Memberantas korupsi itu bukan dengan hukuman mati, tapi memastikan bahwa setiap proses tata kelola negara dilakukan dengan transparan dan akuntabel,” tegas Anam.

Dia menyebut, hukuman mati bagi koruptor diatur dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Menurut Anam, apabila secara legal normatif masih ada pasal tentang hukuman mati, hal itu tidak perlu diterapkan.

“Kalau mengubah undang-undangnya susah, ya tidak usah kita terapkan itu hukuman matinya. Tapi kita pastikan tata kelola negara ini baik,” jelas Anam.

Menurut Anam tata kelola negara yang baik, dimulai dari hal yang paling sederhana untuk memerangi korupsi. Pertama, semua penganggaran negara sampai level yang paling rendah, dibuka kepada publik. Sehingga publik ikut mengawasi secara langsung. Kedua, transaksi tunai dibatasi sehingga pertanggungjawaban mudah dilacak.

Ketiga, soal perizinan harus jelas, pembiayaan, dan waktunya. Termasuk budaya di kalangan pejabat yaitu pembatasan penggunaan anggaran publik untuk kepentingan pribadi.

“Tindakan-tindakan sederhana ini kalau bisa kita lakukan itu akan berkontribusi baik,” papar Anam.

Anam menambahkan, hukuman mati jelas melanggar hak asasi manusia dan juga konstitusi. Secara normatif, hukuman mati melanggar hak hidup yang seharusnya dilindungi, bahkan tidak bisa dikurangi dalam bentuk apapun dan oleh siapa pun.

”Secara esensial, hukuman mati tidak menjawab apapun,” tegas Anam.

Pos terkait