BI Diretas, Pemerintah dan DPR Dinilai Cuma Basa-Basi Soal Perlindungan Data

Ilustrasi/net

Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Hemi Lavour Febrinandez menyebutkan ada yang salah dari cara pemangku kebijakan dalam merespons setiap terjadinya kasus kebocoran data.

Hal itu disampaikan Hemi, menyusul aksi sekelompok peretas yang bernama Ransomware Conti yang berupaya melakukan pencurian data oleh menimpa Bank Indonesia (BI) dan membuka diskusi soal pentingnya keberadaan regulasi hukum perlindungan data pribadi di negeri ini.

Hemi mengatakan, pemerintah dan DPR selama ini selalu menyinggung soal pentingnya memberikan perlindungan terhadap data di ruang digital, serta Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang harus segera disahkan.

“Pernyataan-pernyataan itu hanya akan muncul setelah terjadinya kebocoran data seperti yang pernah dialami oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan yang terbaru adalah Bank Indonesia,” kata Hemi dalam keterangannya, Selasa (25/1/2022).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, DPR dan pemerintah selama ini cuma basa-basi hanya untuk menenangkan publik dengan mengatakan bahwa RUU PDP akan segera disahkan, setiap kali terjadinya kebocoran data.

“Padahal, masyarakat lebih akan mengapresiasi tindakan nyata dari para pemangku kebijakan, ketimbang hanya mengeluarkan statement pasca terjadinya kasus-kasus seperti yang dialami oleh BI kemarin,” katanya.

Dirinya menilai belum disahkannya RUU PDP hingga saat ini, merupakan kesalahan dari pembentuk undang-undang. Pemerintah bersama DPR terlalu lama melakukan tarik menarik kepentingan politik yang membuat undang-undang tersebut tak kunjung disahkan.

Adapun salah satu pembahasan yang memakan waktu hingga sempat menemui jalan buntu dalam pembahasan RUU PDP, kata Hemi terkait pembentukan dan posisi kelembagaan Otoritas Perlindungan Data Pribadi (OPDP).

Ia menyayangkan sikap DPR dan pemerintah yang memperebutkan posisi OPDP, di tengah maraknya kasus kebocoran data yang dialami oleh lembaga-lembaga negara.

“DPR ingin agar OPDP menjadi sebuah lembaga negara independen, sedangkan Pemerintah hendak memposisikan OPDP di bawah salah satu kementerian, meski telah mendapatkan titik terang posisi kelembagaan yang diputuskan akan berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo),” jelas dia.

Akibat tarik menarik kepentingan politik dari pembentuk undang-undang inilah, menurutnya perlindungan hak masyarakat atas data pribadinya menjadi diabaikan. Ia mengingatkan RUU PDP mesti segera disahkan dalam waktu dekat.

Sebab, kata dia dengan sigap mengesahkan RUU ini, menunjukkan adanya sikap tegas pemerintah dalam melakukan penataan hukum digital di Indonesia dalam menghadapi perkembangan teknologi yang berjalan cepat.

“Jangan sampai kepentingan politik malah menggadaikan hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang paripurna atas data pribadi miliknya,” demikian Hemi.

Pos terkait