BALI – Disadari bersama, bahwa permasalahan kebencanaan saat ini dan kedepan diprediksi akan semakin kompleks, karena adanya pemanasan global, dan atau munculnya kejadian-kejadian luar biasa yang tidak dapat terprediksi sebelumnya, baik berupa bencana alam maupun bencana nonalam dan berpotensi menimbulkan krisis multi sektor, dengan berbagai kerugian yang ditimbulkan (materi maupun non materi).
Sehingga kehadiran pemerintah daerah untuk membangun kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana di seluruh wilayah Negara Kesatauan Indonesia, termasuk di Sulawesi Tenggara sangat dibutuhkan perannya.
“Kami sadari bahwa komitmen ini harus terus diperkuat, melalui kolaborasi, integritas dan langkah bersama antara pusat dan daerah. Salah satunya adalah bersama-sama mendorong peningkatan kapasitas secara terus menerus dan intensif, khususnya bagi para bupati/walikota sebagai leader (pemimpin) di wilayahnya masing-masing,” kata Gubernur Ali Mazi dalam sambutannya membuka Kegiatan Leadership Development Programme for Disaster Risk Management: Kepemimpinan pada Situasi Krisis, di The Trans Resort Bali, Seminyak, Bali, (21/5/2022).
Lanjut Ali Mazi, hal tersebut tentunya perlu disikapi secara cerdas, bijak, cepat dan tepat, melalui pengelolaan bencana yang baik dalam hal antisipasi dan mitigasi bencana.
Dengan kata lain, kita harus mampu memahami ancaman, kerentanan dan kekuatan atau kapasitas penanggulangan bencana yang mana hal ini menjadi salah satu indeks kinerja utama dari pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Berbagai upaya dan langkah penting yang ditempuh untuk dapat mengurangi potensi dan dampak dari bencana, selain berkaitan dengan penyediaan infrastruktur serta sarana dan prasana, dan ketersediaan pendanaan, tetapi juga dalam kaitannya dengan peningkatan kapasitas manusia Indonesia dalam penanggulangan bencana.
Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana yang harus dilakukan tidak hanya bagi para pelaku di tingkat nasional, namun juga para pelaku di daerah, khususnya para pemimpin di daerah, sebab mereka yang sesungguhnya lebih memahami situasi kebencanaan dan menjadi ujung tombak dalam penanggulangan bencana di wilayahnya.
“Kita patut bersyukur pada kesempatan yang berharga ini kita akan mendapatkan sharing pengalaman dan pengetahuan dari narasumber yang merupakan tokoh-tokoh Nasional yang telah lama berkecimpung dalam bidang kebencanaan. Tentunya pengalaman dan pengetahuan yang mereka berikan nantinya merupakan hal yang sangat bernilai bagi kita semua,” kata Ali Mazi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu dari 35 negara di dunia yang memiliki tingkat risiko bencana tertinggi di dunia, sebagaimana menurut World Bank pada tahun 2019. Data dari 1 Januari 2022 hingga 20 Mei 2022 tercatat ada 1.560 kejadian bencana yang artinya hingga saat ini setidaknya terjadi 11 kali bencana setiap hari di tahun 2022.
Menurut data BNPB, Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri memiliki 17 kabupaten/kota yang mana sebanyak 14 wilayah tersebut memiliki tingkat risiko bencana tinggi dan 3 lainnya berisiko sedang. Langkah-langkah peningkatan kapasitas, kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana seperti yang dilakukan melalui pelatihan kepemimpinan menjadi komitmen yang sudah sesuai koridor dan sangat penting.
“Kegiatan yang kita selenggarakan ini sudah betul, karena Sulawesi Tenggara pun tidak lepas dari ancaman bencana,” jelas Suharyanto dalam sambutannya membuka Kegiatan Leadership Development Programme for Disaster Risk Management: Kepemimpinan pada Situasi Krisis.
Lebih lanjut, Suharyanto mengingatkan apa yang menjadi arahan dari Presiden RI Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2022, yang menekankan tentang peran penting pemerintah daerah seperti tanggung jawab mutlak sebagai komandan satgas darurat saat terjadi bencana, menyusun rencana kontijensi, meningkatkan kepemimpinan dan penyusunan program yang berorientasi pada ketangguhan terhadap bencana.
“Saya mengingatkan juga apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden, bahwa pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab mutlak terkait penanggulangan bencana,” kata Suharyanto.
Dalam kesempatan itu, Kepala BNPB juga menjelaskan bahwa selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana telah dijelaskan secara eksplisit dalam UU 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan PP 2/2018 tentang Standar Pelayanan Minimum, yang implementasinya dijelaskan dalam Permendagri 101/2018.
“Payung hukum untung penanggulangan bencana selain UU Nomor 24 tahun 2007, ada juga UU 23 tahun 2014 yang dipertegas lagi melalui PP/2018 tentang Standar Pelayanan Minimum bagi setiap kepala daerah, baik bupati maupun wali kota,” jelas Suharyanto.
Pada implementasinya, Suharyanto memahami bahwa penanggulangan bencana di tiap-tiap daerah selalu memiliki dinamikanya masing-masing. Ada daerah yang sudah baik dan cepat dalam penanggulangan bencana, ada daerah yang biasa-biasa saja dan ada pula wilayah yang masih lambat serta kurang maksimal. Kepala BNPB berharap agar segala dinamika itu dijadikan mementum untuk pembelajaran dan perbaikan di masa depan.
“Bencana silih berganti di Indonesia ini. Ada yang penanganannya cepat, ada yang biasa-biasa saja dan ada yang lambat. Kita tidak usah menghakimi. Tapi pengalaman daerah lain hendaknya dijadikan cermin bagi kita,” kata Suharyanto.***