14 Wilayah di Sultra Berisiko Tinggi, BPBD: Terus Tingkatkan Kapasitas Penanggulangan Bencana yang Baik

Kepala BPBD Sultra, Muhammad Yusup/Ist

KENDARI – Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari 1 Januari 2022 hingga 20 Mei 2022 tercatat ada 1.560 kejadian bencana yang artinya hingga saat ini setidaknya terjadi 11 kali bencana setiap hari pada 2022. Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri memiliki 17 kabupaten/kota yang mana sebanyak 14 wilayah tersebut memiliki tingkat risiko bencana tinggi dan 3 lainnya berisiko sedang.

Hal tersebut disampaikan Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto disela-sela rangkaian acara 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (7th GPDRR) di Denpasar pada Selasa (24/5/2022).

Suharyanto mengingatkan apa yang menjadi arahan dari Presiden RI Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2022, yang menekankan tentang peran penting pemerintah daerah seperti tanggungjawab mutlak sebagai komandan satgas darurat saat terjadi bencana, menyusun rencana kontijensi, meningkatkan kepemimpinan dan penyusunan program yang berorientasi pada ketangguhan terhadap bencana.

Kepala BNPB juga menjelaskan bahwa selain Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, tanggungjawab dan kewenangan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana telah dijelaskan secara eksplisit dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimum, yang implementasinya dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 101 Tahun 2018.

Bacaan Lainnya

“Payung hukum untuk penanggulangan bencana selain Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, ada juga Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang dipertegas lagi melalui PP 2018 tentang Standar Pelayanan Minimum bagi setiap kepala daerah, baik bupati maupun wali kota,” jelas Suharyanto dikutip Nudantara Maritim News.

Pada implementasinya, Suharyanto memahami bahwa penanggulangan bencana di tiap-tiap daerah selalu memiliki dinamikanya masing-masing.

“Bencana silih berganti di Indonesia ini. Ada yang penanganannya cepat, ada yang biasa-biasa saja dan ada yang lambat. Kita tidak usah menghakimi. Tapi pengalaman daerah lain hendaknya dijadikan cermin bagi kita,” kata Suharyanto.

Sementara itu Kepala BPBD Sultra, Muhammad Yusup mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan kapasitas penanggulangan bencana yang baik di berbagai sektor seperti sumber daya manusia, kelembagaan maupun sinergi dengN berbagai pihak.

“Segala kegiatan penanggulangan bencana kami laksanakan, baik di tingkat provinsi maupun BPBD di tingkat kabupaten/kota. Berbagai bantuan serta penguatan telah diberikan BPBD Sultra untuk memperkuat kelembagaan maupun SDM di daerah,” kata Yusup dalam keterangannya.

Sebagaimana harapan Gubernur Sultra Ali Mazi, lanjut Yusup, BPBD Sultra harus mampu menjadi pilar utama penanggulangan bencana di 17 wilayah kabupaten/kota di Sultra.

”Pemikiran dan upaya kreatif yang kami laksanakan diharapkan mampu meningkatkan profesionalitas dalam aktualisasi penanggulangan bencana. Kami juga selalu mengingatkan kepada semua BPBD kabupaten/kota bahwa solidaritas antar BPBD perlu terus dipupuk dan dibangun,” kata Yusup.

”Bencana tidak mengenal waktu dan bisa datang kapan saja. Untuk itu kita juga bekerja tanpa dibatasi oleh kaidah-kaidah waktu kerja yang normal. Nyawa manusia merupakan taruhan dari pekerjaan kita. Ini tugas mulia, harus dilaksanakan dengan dilandasi oleh panggilan untuk membantu sesama,” imbuhnya.

Upaya seperti Penanaman Mangrove, Apel Kesiapsiagaan BPBD kabupaten/kota, Pelatihan Kepemimpinan pada Situasi Krisis untuk BPBD dan Wali Kota/Bupati, Proyek Perubahan Rumah Ibadah Tangguh Bencana (RITANA), hingga Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Bencana telah kita laksanakan demi peningkatan kapasitas penanggulangan bencana di Sulawesi Tenggara.

Lebih rinci dijelaskan Yusup, pengkajian risiko bencana juga telah dilakukan BPBD Sultra sebagai rangkaian kinerja untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana di Sultra dengan menganalisa tingkat bahaya, tingkat kerentanan, dan tingkat kapasitas daerah. (Data kajian risiko bencana Sulawesi Tenggara 2016-2020)

Oleh sebab itu, pengkajian risiko bencana harus memuat pendataan yang jelas dan terukur untuk setiap jenis bencana berdasarkan kondisi terkini dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Maka dilakukan pengembangan dan peninjauan ulang terhadap pengkajian risiko bencana yang disusun pada tahun 2011. Pengkajian untuk setiap jenis bencana di Provinsi Sulawesi Tenggara tersebut disesuaikan dengan kondisi daerah dan mengacu pada dasar yang lebih jelas dan sistematis.

Banjir

Kejadian bencana banjir, parameternya dilihat dari daerah rawan banjir (divalidasi dengan data kejadian); kemiringan lereng; jarak dari sungai; dan curah hujan.

Sehingga didapatkan, potensi tinggi bahaya banjir di Sultra berada di Konawe, Kolaka, Konawe Selatan, Bombana, Wakatobi, Kolaka Utara, Konawe Utara, Kolaka Timur dan Buton Selatan. Sementara potensi sedang bahaya banjir berada di Buton, Muna, Buton Utara, Konawe Kepulauan, Muna Barat, Buton Tengah, Kendari dan Baubau.

Banjir Bandang

Kejadian bencana banjir bandang dapat dipetakan melalui beberapa komponen seperti sungai utama, elevasi/topografi dan potensi longsor di hulu sungai (kelas tinggi).

Berdasarkan parameter tersebut, 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggar berpotensi tinggi bahaya banjir bandang.

Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Kejadian bencana gelombang ekstrim dan abrasi dapat dipetakan melalui komponen parameter tinggi gelombang; arus (current); tutupan vegetasi; bentuk garis pantai; dan tipologi pantai.

Berdasarkan parameter tersebut, potensi sedang bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Provinsi Sulawesi Tenggara berada di wilayah Buton, Buton Utara, dan Baubau. Selebihnya wilayah tersebut berpotensi tinggi kecuali Kolaka Timur.

Gempa Bumi

Gempabumi adalah peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Gempabumi dapat terjadi karena proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi, aktivitas sesar di permukaan bumi, atau pergerakan geomorfologi secara lokal.

Kejadian bencana gempabumi dapat dipetakan melalui beberapa komponen seperti klasifikasi topografi, intensitas guncangan di batuan dasar dan intensitas guncangan di permukaan.

Berdasarkan parameter itu, potensi tinggi bahaya gempa bumi di Sultra berada di Konawe, Kolaka Utara, dan Konawe Utara. Potensi sedang berada di Muna, Konawe Selatan, Wakatobi, Buton Utara, Kolaka Timur, Konawe Kepulauan, dan Kendari. Sementara potensi rendah berada di tujuh kabupaten lainnya.

Kekeringan

Kekeringan adalah suatu kondisi dalam kurun waktu yang panjang, bulan atau tahun, dimana suatu daerah mengalami kekurangan air. Pada umumnya, hal ini terjadi ketika daerah tersebut secara terus-menerus mengalami hujan di bawah rata-rata. Hal ini bisa mengakibatkan dampak substansial terhadap ekosistem dan pertanian dari daerah yang terkena bencana kekeringan.

Kejadian bencana kekeringan dapat dipetakan melalui komponen kekeringan meteorologi (indeks presipitasi terstandarisasi).

Berdasarkan parameter itu, potensi tinggi bahaya kekeringan berada di Muna, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Kepulauan, dan Muna Barat. Sementara 12 wilayah lainnya di Sultra menyimpan potensi sedang bahaya kekeringan.

Cuaca Ekstrim

Cuaca ekstrim adalah fenomena meteorologi yang ekstrim dalam sejarah (distribusi klimatologi), khususnya fenomena cuaca yang mempunyai potensi menimbulkan bencana, menghancurkan tatanan kehidupan sosial, atau yang menimbulkan korban jiwa manusia.

Kejadian bencana cuaca ekstrim dapat dipetakan melalui beberapa komponen keterbukaan lahan, kemiringan lereng, curah hujan tahunan. Potensi tinggi  bahaya cuaca ekstrim di Provinsi Sulawesi Tenggara berada di Buton Selatan, sedangkan 16 kabupaten/kota lainnya berpotensi sedang.

Tanah Longsor

Tanah longsor menurut ESDM adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, material campuran tersebut bergerak ke bawah atau keluar lereng. Faktor utama penyebab terjadinya tanah longsor adalah jenis tanah pada lapisan atas permukaan (top soil), vegetasi penutup, kemiringan lereng, dan tinggi rendahnya curah hujan.

Potensi sedang bahaya tanah longsor di Provinsi Sulawesi Tenggara berada di Wakatobi, Konawe Kepulauan, Muna Barat, Buton Selatan, dan Buton Tengah. Dan wilayah lainnya berpotensi tinggi.

Kegagalan Teknologi

Kegagalan teknologi adalah semua kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau industri.

Kejadian bencana kegagalan teknologi dapat dipetakan melalui parameter  kapasitas industri dan jenis industry; manufaktur (logam) dan kimia.

Potensi bahaya kegagalan teknologi di Provinsi Sulawesi Tenggara hanya berada di Kolaka dengan potensi sedang.

Tsunami

Tsunami merupakan rangkaian gelombang laut yang menjalar dengan kecepatan tinggi. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempabumi di dasar laut dengan kedalaman kurang dari 60 km dan magnitude lebih dari 6 SR. Tsunami juga dapat diakibatkan oleh longsor dasar laut, letusan gunung berapi dasar laut, atau jatuhnya meteor ke laut.

Kejadian bencana tsunami dapat dipetakan melalui parameter ketinggian maksimum tsunami, kemiringan lereng dan kekasaran permukaan.

Potensi tinggi bahaya tsunami di Provinsi Sulawesi Tenggara berada di Buton, Buton Utara, Buton Tengah dan Buton Selatan. Potensi sedang bahaya tsunami berada di Kota Kendari dan Kota Baubau, sementara wilayah lainnya hanya berpotensi rendah.

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan gambut adalah kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan (misalnya: serasah, pepohonan, semak, dan lain-lain), Api kemudian menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (ground fire), membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar/pohon yang bagian atasnya terbakar.

Kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan dapat dipetakan melalui beberapa komponen seperti jenis hutan dan lahan, iklim dan jenis tanah. Sehingga 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara berpotensi tinggi terjadi kebakaran hutan dan lahan dengan total luas lahan 2,505 juta Ha.

Epidemi dan Wabah Penyakit

Epidemi, wabah, atau kejadian luar biasa (KLB) merupakan wabah penyakit yang menyebar secara cepat, luas dan besar. Epidemi atau wabah dan KLB merupakan ancaman bencana yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu dalam waktu tertentu. Pada skala besar epidemi ini dapat menyebabkan korban jiwa.

Kejadian bencana epidemi dan wabah penyakit dapat dipetakan melalui beberapa komponen seperti: Kepadatan penduduk penderita malaria; Kepadatan penduduk penderita demam berdarah; Kepadatan penduduk penderita HIV/AIDS; Kepadatan penduduk penderita campak; Kepadatan penduduk.

Sehingga Buton, Konawe, Kolaka, Konawe Selatan, Wakatobi, Kolaka Utara, Buton Utara, Konawe Utara, Buton Selatan, Baubau punya potensi terjadi epidemi dan wabah penyakit meski dengan potensi rendah.

Pos terkait