JAKARTA — Menyikapi pro kontra usulan perubahan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, untuk pelaksanaan Pemilu 2024 memdatang, DPP Partai Beringin Karya (Berkarya) menyatakan sikap menolak rumusan perubahan UU tersebut, utamanya pasal yang mengatur tentang Parlemen Treshold (PT) berjenjang 5 persen untuk di tingkat pusat, 4 persen di provinsi dan 3 persen di kabupaten/kota untuk suara nasional, pengecilan jumlah kursi dan perbanyakan jumlah Dapil.
Sekjend Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang mengatakan, perubahan dan evaluasi UU Pemilu baiknya dilakukan sekali dalam lima kali Pemilu berturut-turut (25 tahun).
Selain itu, lanjutnya, UU Pemilu dibuat untuk jangka panjang bukan jangka pendek, bukan pula untuk kepentingan partai-partai tertentu.
Menurutnya, kalau memang terpaksa harus diubah, maka pasal-pasal yang mengkebiri partai-partai baru dan partai kecil ditiadakan.
Selain itu, partai-partai yang terbukti melakukan korupsi uang negara, utamanya yang kadernya jadi tahanan KPK agar didiskualifikasi pada daerah pemilihannya (partainya tidak diikutkan di Dapil atau daerah asal sang koruptor), atau partainya
tidak diikutkan Pemilu, minimal satu kali pelaksanaan Pemilu.
Dia juga menambahkan, bahwa pihaknya meminta kepada pemerintah dan DPR RI agar pembahasan perubahan UU Pemilu ditangguhkan, dan fokus pada permasalahan yang mendesak, seperti penanganan pandemi Covid-19, pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Partai Berkarya juga menyarankan kepada pemerintah dan parlemen agar mendengarkan dan menerima masukan dari semua yang berkepentingan dalam UU Pemilu tersebut, melibatkan partai-partai non parlemen bila pembahasan dilanjutkan dan mengutamakan demokrasi yang memihak kepada rakyat dalam bingkai NKRI.
“Demikian sikap resmi Partai Berkarya menyikapi wacana perubahan UU Pemilu,” ucap Badaruddin Andi Picunang pada reporter di Jakarta, Kamis (28/1/2021).