JAKARTA – Menyoal usulan merevisi UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan menghapus pasal karet di dalamnya, hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum berkomunikasi dengan partai koalisi, terlebih lagi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sendiri.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid dalam acara diskusi virtual Tanya Jawab Cak Ulung, bertemakan Seberapa Pentingkah Revisi UU ITE?, Kamis (18/2/2021).
“Sejauh ini belum ada pembicaraan antara Presiden Joko Widodo dengan partai koalisi untuk merevisi UU ITE,” ucap politisi PKB ini yang karib disapa Gus Jazil.
Dia menjelaskan, UU 11/2008 tentang ITE ini diputuskan dan diterbitkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Ketika UU ini diputuskan, ini diperlukan karena memang ada kejahatan-kejahatan elektronik yang terakit dengan transaksi palsu dan lain-lain. Makanya ketika awal UU ITE diputuskan belum memasukkan unsur mendistribusikan pencemaran nama baik secara lebih fokus pada kejahatan elektronik,” katanya.
Kemudian pada tahun 2016, di era Presiden Joko Widodo dimasukkan tujuh pasal yang perlu direvisi, salah satu contoh kasus dalam penerapan UU ITE setelah direvisi tahun 2016 yakni kasus Prita yang dilaporkan oleh RS Omni Internasional.
“Sampai hari ini kita dapat mencatat kurang lebih ada hampir 300 kasus yang didadarkan pda laporan UU ITE, sejak periode 2008 sampai 2019,” ucap Anggota Komisi III DPR RI ini.
Beberapa waktu lalu dalam rapat bersama Pimpinan TNI/Polri, Presiden Jokowi mengatakan bahwa dirinya akan meminta DPR merevisi UU ITE jika dalam implementasinya dirasa tidak memberikan rasa keadilan. Bahkan mewacanakan menghapus pasal-pasal karet yang multitafsir dan menjauh dari tujuan awal lahirnya UU ITE.
“Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” demikian kata Jokowi.